Langsung ke konten utama

Catatan dari Kongres Bahasa Jawa V (Bagian I)

Wedi kleru jadi momok pembelajaran bahasa Jawa

Kongres Bahasa Jawa V diselenggarakan di Hotel JW Marriot Surabaya, Minggu-Rabu (27-30/11/2011). Pembelajaran bahasa Jawa di sekolah mendapat perhatian utama dalam beberapa diskusi panel dan diskusi komisi di kongres itu. Berikut laporan wartawan SOLOPOS, Ichwan Prasetyo.

Kepiawaian George Quinn, peneliti sastra Jawa dari Australian National University
(ANU), mengemukakan gagasannya dalam bahasa Jawa krama alus di salah satu sidang pleno Kongres Bahasa Jawa V di Hotel JW Marriot Surabaya, Senin (28/11/2011), mengundang pujian ratusan peserta kongres.

Sementara itu, sejumlah guru besar sastra Jawa dan peneliti bahasa dan sastra Jawa dari Jakarta, Jateng, Jatim dan DIY yang grothal-grathul saat menyampaikan makalah mereka dalam bahasa Jawa (makalah mereka ditulis dalam bahasa Indonesia) mengundang kecaman dari para peserta kongres.

Menurut guru besar bahasa dan sastra Jawa dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Kasiyani Leksono, sebagian besar penutur bahasa Jawa sekarang memang kesulitan menerapkan tata tutur bahasa Jawa secara benar. Hal ini menyebabkan semakin mundurnya kualitas bahasa Jawa.

Dalam salah satu sidang pleno kongres, Senin (28/11/2011), Kasiyani menjelaskan wedi kleru atau takut salah dalam menerapkan tata tutur bahasa Jawa menyebabkan banyak orang Jawa memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

“Wedi kleru ini juga menjadi penyebab pembelajaran bahasa Jawa di sekolah tak kunjung mendukung pengembangan dan pemberdayaan bahasa Jawa. Pelajaran Bahasa Jawa di sekolah menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar siswa,” kata Kasiyani.

Menurut Quinn, realitas bahasa Jawa yang menyulitkan para penutur bahasa Jawa sebenarnya ”hasil karya” orang-orang Jawa itu sendiri. Menurutnya, orang Jawa sendiri yang membuat pembelajaran bahasa Jawa secara formal di sekolah maupun di masyarakat umum menjadi sesuatu yang sulit dan menakutkan bagi anak-anak dan remaja.

Wedi kleru itu berdasar pengamatan Espos juga mengemuka dalam pelaksanaan kongres. Sejumlah pemakalah memilih menggunakan bahasa Indonesia saat menyampaikan makalah atau pokok-pokok pikiran mereka.

Mereka secara terus terang menyatakan takut salah jika memaksakan diri menggunakan bahasa Jawa, apalagi bahasa Jawa krama inggil atau krama alus.

Untuk menghilangkan wedi kleru, Kasiyani mengatakan perlu ada penyederhanaan bahan pembelajaran bahasa Jawa di lingkup pendidikan formal. Guru bahasa Jawa juga harus kreatif menciptakan mekanisme yang menyenangkan untuk belajar bahasa Jawa. Guru tak boleh memarahi apalagi memaki siswa yang keliru menerapkan tata tutur bahasa Jawa.

”Penggunaan tembang-tembang bocah atau tembang macapat yang sederhana saya yakin akan sangat membantu mengenalkan bahasa Jawa yang baik dan benar kepada anak-anak,” jelas Kasiyani.

Melalui mekanisme pembelajaran yang pekat dengan nuansa bermain dan hiburan, menurut Kasiyani, perlahan-lahan akan menghilangkan wedi kleru di benak anak-anak, remaja dan generasi muda Jawa saat mempelajari bahasa Jawa.

Kasiyani menyarankan orientasi pembelajaran bahasa Jawa di sekolah-sekolah harus menitikberatkan keterampilan berbahasa. Konsekuensinya, tata tutur bahasa Jawa baku cukup diajarkan sebagai pengetahuan dasar. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari dialek daerah diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang.

Saat ini, jumlah penutur bahasa Jawa mencapai 85 juta orang. Mereka berada di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Papua dan beberapa pulau lain. Terdapat 47 variasi dialek bahasa Jawa. Wedi kleru terkait erat dengan tata bahasa baku bahasa Jawa yang berkiblat pada gagrag Solo dan Jogja.



sumber : http://www.solopos.com/2011/12/02/catatan-dari-kongres-bahasa-jawa-v-bagian-i-126916

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal KPM Yuk

KPM itu apa sih?Pake Seihlasnya lagi... Biasanya kalo seihlasnya kan apa adanya, gak serius, setengah-setengah,asal jadi, ya pokoknya sak karepe lah, kan seihlasnya...hehehe Siswa KPM Ikut kompetisi Internasional? Siswa KPM dapat penghargaan dari Presiden? Siswa KPM Juara olimpiade internasional? Siswa KPM Menulis buku matematika? Kok Bisa? KPM kepanjangan dari Klinik Pendidikan MIPA, adalah Lembaga Bimbingan Belajar (LBB)  yang menyebarkan Sistem Metode Seikhlasnya dan Matematika Nalaria Realistik. Lembaga ini didirikan pada tanggal 16 April 2001 oleh R. Ridwan Hasan Saputra dan mulai menerapkan Sistem Metode Seikhlasnya pada bulan Februari 2003. Seihlasnya lagi? Founder KPM, Bapak R. Ridwan Hasan Saputra sendiri saat ini adalah pembina olimpiade matematika tingkat nasional dan internasional untuk SD maupun SMP. Beliau juga mengajar siswa kelas berbakat di Klinik Pendidikan MIPA, melatih guru di berbagai daerah maupun di luar negeri dan me...

SOAL LCCC SD TAQUMA

Ass alamualaikum rekan-rekan akan saya share  Soal LCCC  BAHASA JAWA SD TAQUMA melalui Blog ini...silahkan dan semoga bermanfaat. Soal LCCC Bahasa Jawa Jangan lupa,untuk share pada yang lain ya !!!

Menjadi Guru Excellence

Tantangan dalam menyajikan materi pelajaran agar diterima dengan baik oleh murid pada hari ini menjadi kian beragam. Dunia yang semakin cepat, ditandai oleh kecepatan akses informasi sehingga memutus sekat-sekat teritorial, ruang dan waktu membutuhkan berbagai pendekatan metode pengajaran. Guru atau pendidik harus senantiasa belajar, laksana seorang penebang pohon yang dituntut agar selalu "mengasah" kapak dan gergajinya agar mudah memotong berbagai jenis dan ukuran pohon. Sebagai pembaharu, guru senatiasa dituntut untuk memberikan penajaman teori melalui pengalaman hidupnya. Saya mengenal beberapa metode pengajaran yang seringkali saya praktekkan dikelas dan Alhamdulillah sedikit-demi sedikit saya semakin mampu untuk mengelola keadaan dan situasi kelas, meski tak jarang saya seringkali mengeluh ketika metode yang saya terapkan menemui jalan buntu. Saya mengenal metode Quantum, baik Quantum Learning atau Quantum Teaching. Model pengajaran Quantum merupakan metode pe...